Kota
Pekalongan adalah salah satu kota di pesisir pantai utara Provinsi Jawa
Tengah. Kota ini berbatasan dengan laut jawa di utara, Kabupaten
Pekalongan di sebelah selatan dan barat dan Kabupaten Batang di timur.
Kota Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Utara,
Pekalongan Barat, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Timur. Kota
Pekalongan terletak di jalur pantai Utara Jawa yang menghubungkan
Jakarta-Semarang-Surabaya. Kota Pekalongan berjarak 384 km di timur
Jakarta dan 101 km sebelah barat Semarang. Kota Pekalongan mendapat
julukan kota batik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bahwa sejak
puluhan dan ratusan tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses
produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya batik
Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan. Batik
telah menjadi nafas penghidupan masyarakat Pekalongan dan terbukti tetap
dapat eksis dan tidak menyerah pada perkembangan jaman, sekaligus
menunjukkan keuletan dan keluwesan masyarakatnya untuk mengadopsi
pemikiran-pemikiran baru.
Meskipun
tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun
menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800.
Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada
yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Perkembangan
yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang Diponegoro atau
perang Jawa pada tahun 1825-1830. Terjadinya peperangan ini mendesak
keluarga kraton Mataram serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan
daerah kerajaan terbesar ke Timur dan Barat. Di daerah-daerah baru itu
mereka kemudian menggembangkan batik. Ke arah timur berkembang dan
mempengaruhi batik yang ada di Mojokerto, Tulunggagung, hingga menyebar
ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Sedangkan ke barat berkembang di
banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi
ini, maka batik Pekalongan yang telah berkembang sebelumnya semakin
berkembang, Terutama di sekitar daerah pantai sehingga Pekalongan kota,
Buaran, Pekajangan, dan Wonopringgo.
Perjumpaan
masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda,
Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika
pada motif dan tata warna seni batik. Sehingga tumbuh beberapa jenis
motif batik hasil pengaruh budaya dari berbagai bangsa tersebut yang
kemudian sebagai motif khas dan menjadi identitas batik Pekalongan.
Motif Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab. Motif Encim dan
Klenengan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Motif Pagi-Sore dipengaruhi
oleh orang Belanda, dan motif Hokokai tumbuh pesat pada masa pendudukan
Jepang.
Kota
Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa.
Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil tangkapan
laut oleh para nelayan dari berbagai daerah. Selain itu Kota Pekalongan
banyak terdapat perusahaan pengolahan hasil laut,seperti ikan asin,
ikan asap, tepung ikan, terasi, sarden, dan kerupuk ikan, baik
perusahaan bersekala besar maupun industri rumah tangga.
Kota
Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya, karena mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan
yang tidak dijumpai di daerah lain semisal; syawalan, sedekah bumi, dan
sebagainya. Syawalan adalah perayaan tujuh hari setelah Idul Fitri dan
disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa untuk kemudian
dibagi-bagikan kepada para pengunjung.
Nama
Pekalongan sampai saat ini belum jelas asal-usulnya, belum ada prasasti
atau dokumen lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan, yang ada hanya
berupa cerita rakyat atau legenda. Dokumen tertua yang menyebut nama
Pekalongan adalah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernements
Besluit) Nomer 40 tahun 1931:nama Pekalongan diambil dari kata ‘Halong‘
(dapat banyak) dan dibawah simbul kota tertulis ‘Pek-Alongan‘.
Kemudian
berdasarkan keputusan DPRD Kota Besar Pekalongan tanggal 29 januari
1957 dan Tambahan Lembaran daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah
tanggal 15 Desember 1958, Serta persetujuan Pepekupeda Teritorium 4
dengan SK Nomer KTPS-PPD/00351/II/1958:nama Pekalongan berasal dari kata
‘A-Pek-Halong-An‘ yang berarti pengangsalan (Pendapatan).
Pada
masa VOC (abad XVII) dan pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, sistem
Pemerintahan oleh orang pribumi tetap dipertahankan. Dalam hal ini
Belanda menentukan kebijakan dan prioritas, sedangkan penguasa pribumi
ini oleh VOC diberi gelar Regant (Bupati). Pda masa ini, Jawa Tengah dan
jawa Timur dibagi menjadi 36 kabupaten Dengan sistem Pemerintahan
Sentralistis
Pada
abad XIX dilakukan pembaharuan pemerintahan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang tahun 1954 yang membagi Jawa menjadi beberapa
Gewest/Residensi. Setiap Gewest mencakup beberapa afdelling (setingkat
kabupaten) yang dipimpin oleh asisten Residen, Distrik (Kawadenan) yang
dipimpin oleh Controleur, dan Onderdistrict (Setinkat kecamatan) yang
dipimpin Aspiran Controleur.
Di wilayah Jawa Tengah terdapat lima Gewest, Yaitu:
- Semarang gewest yang terdiri dari semarang, Kendal, Demak, Kudus, Pati, Jepara dan Grobongan.
- Rembang Gewest yang terdiri dari Rembang, Blora, Tuban, dan Bojonegoro
- Kedu Gewest yang terdiri dari Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kutoarjo, Kebumen, dan karanganyar.
- Banyumas Gewest yang terdiri dari Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.
- Pekalongan gewest terdiri dari Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang.
Pada
pertengahan abad XIX dikalangan kaum liberal Belanda muncul pemikiran
etis-selanjutnya dikenal sebagai Politik Etis‘ yang menyerukan Program
Desentralisasi Kekuasaan Administratip yang memberikan hak otonomi
kepada setiap Karesidenan (Gewest) dan Kota Besar (Gumentee) serta
pemmbentukan dewan-dewan daerah di wilayah administratif tersebut.
Pemikiran kaum liberal ini ditanggapi oleh Pemerintah Kerajaan Belanda
dengan dikeluarkannya Staatbland Nomer 329 Tahun 1903 yang menjadi dasar
hukum pemberian hak otonomi kepada setiap residensi (gewest); dan untuk
Kota Pekalongan, hak otonomi ini diatur dalam Staatblaad Nomer 124
tahun 1906 tanggal 1 April 1906 tentang Decentralisatie Afzondering van
Gelmiddelen voor de Hoofplaatss Pekalongan uit de Algemenee Geldmiddelen
de dier Plaatse yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pada
tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menandatangani
penyerahan kekuasaan kepada tentara Jepang. Jepang menghapus keberadaan
dewan-dewan daerah, sedangkan Kabupaten dan Kotamadya diteruskan dan
hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi.
Proklamasi
Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus
oleh dwitunggal Soekarno-Hata di Jakarta, ditindaklanjuti rakyat
Pekalongan dengan mengangkat senjata untuk merebut markas tentara Jepang
pada tanggal 3 Oktober 1945. Perjuangan ini berhasil, sehingga pada
tanggal 7 Oktober 1945 Pekalongan bebas dari tentara Jepang.
Secara
yuridis formal, Kota Pekalongan dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomer 16 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 tentang Pembentukan Daerah
Kota Besar dalam lingkungan Jawa Barat/Jawa Tengah/Jawa Timur dan Daerah
Istimewa Jogjakarta. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pekalongan
berubah sebutannya menjadi Kotamadya Dati II Pekalongan.
Terbitnya
PP Nomer 21 Tahun 1988 tanggal 5 Desember 1988 dan ditinjaklanjuti
dengan Inmendagri Nomor 3 Tahun 1989 merubah batas wilayah Kotamadya
Dati II Pekalongan sehingga luas wilayahnya berubah dari 1.755 Ha
menjadi 4.465,24 Ha dan terdiri dari 4 Kecamatan, 22 desa dan 24
kelurahan.
Sejalan
dengan era reformasi yang menuntut adanya reformasi disegala bidang,
diterbitkan PP Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
Nomer 32 Tahun 2004 yang mengubah sebutan Kotamadya Dati II Pekalongan
menjadi Kota Pekalongan.
Kepemimpinan Pekalongan dari Masa ke Masa
Selama kurun waktu 104 tahun yakni dari 1906 sampai dengan 2010
sekarang ini, telah ada 14 walikota yang memimpin Kota Pekalongan.
Dengan gaya kepemimpinan yang berbeda, mereka semua bertujuan untuk
membangun Kota Batik hingga mencapai kemajuan seperti sekarang ini. Para
Walikota tersebut adalah:
1. HJ. Kuneman (1 April 1906- 8 Maret 1942)
Diangkat
sebagai Walikota (Burgemeester) untuk yang pertama kali 1 April 1906
berdasarkan Staatbllad Nomor 124 Tahun 1906, dibuat tanggal 21 Februari
1906 dan dikeluarkan pada tanggal 21 Februari 1906 dan dikeluarkan pada
tanggal 1 Maret 1906 oleh Wakil Sekretaris Umum DE GROOT dan JB. VAN
HEUTSZ) dan mulai berlaku tanggal 1 April 1906. Menjabat sebagai
Walikota mulai tanggal 1 April 1906 sampai dengan awal pendudukan Jepang
1942 dan waktu itu, yang mengangkat adalah gubernur Jendral Hindia
Belanda dengan masa jabatan waktu justru tidak terbatas.
2. Kawabata/R. Soempeno Danoewilogo (8 Maret 1942- 24 Agustus 1945)
Pada
masa itu Burgemeester (Walikota) dihanti namanya menjadi SITYO. Tugas
utamanya adalah melayani kepentingan perang “ DAI TOA “ (Perang Asia
Timur Raya). Hal ini berlaku juga untuk kota lain diseluruh Indonesia.
Meskipun Sityo dijabat oleh Kawabata, namun yang menjalankan tugas
sehari-hari adalah R.Soempeno Danoewilogo.
3. R. Soempeno Danoewilogo (17 Agustus 1945 – 15 Maret 1945)
Beliau
lahir di Temanggung pada 17 Maret 1894. Pada masa jabatannya banyak
peristiwa yang sangat menentukan perjalan Kota Besar Pekalongan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia. Pada waktu
itu di Kota Pekalongan sedang terjadi gejolak p[erjuangan rakyat,
pemuda dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Peristiwa yang terpenting adalah
pengibaran bendera merah putih dan perebutan senjata tentara Jepang.
Insiden
berdarah terjadi pada saat perebutan markas Kempetai oleh rakyat yang
dimotori oleh para pemuda dan bdan-badan perjuangan.
4. Agoes Miftah Danoekoesoemo (1 Juni 1954 – 1 Nopember 1956)
Beliau
dilahirkan di Brebes pada 30 Agustus 1915. Menjabat Walikota/Kepala
Daerah Kota Pekalongan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
tanggal 20 Mei 1945 Nomor: UP-11/1/22. Periode pemerintahan beliau
merupakan masa revolusi kemerdekaan, sehingga kondisi di Pekalongan
terpengaruh oleh peperangan, antara lain konfrontasi dengan Agresi
Belanda I dan II.
5. M. Soehartono Slamet Poespopranoto (1 Nopember 1956 – 19 Nopember 1957)
Lahir
tanggal 29 Agustus 1905 dan diangkat menjadi Walikota/Kepala Daerah
Kota Besar Pekalongan dengan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
tanggal 30 Oktober 1956 Nomor : UP-14 /2/7. Pada waktu menjabat sebagai
walikota, penyelenggaraan pemerintahan menganut asas dekonsentrasi dan
asasdesentralisasi. Pemberlakuan dua asa ini merupakan konsekuensi dari
diberlakukannya Undang Undang Nomer 1 Tahun 1957 tentang Pokok
Pemerintahan di Daerah. Tugas Walikota mencakup dua hal, yakni sebagai
pejabat pemerintah pusat dan sekaligus sebagai kepala daerah.
6. R. Iskandar Said (13 Januari 1958-17 Januari 1959)
Dilahirkan
di Temanggung pada tahun 1898. Diangkat sebgai Kepala Daerah Kotapraja
Pekalongan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 2 Januari
1957, Nomer:Des.71/1/10. Pada waktu menjabat sebagai walikota,
peyelenggaraan pemerintah menganut asas dekonsentrasi dan asas
desentralisasi. Pemberlakuan dua asa ini merupakan konsekuensi dari
diberlakukannya Undang Undang Nomer 1 Tahun 1957 tentang Pokok
Pemerintahan di Daerah. Tugas Walikota mencakup dua hal, yakni sebagai
pejabat pemerintah pusat dan sekaligus sebagai kepala daerah.
7. R.M Bambang Sardjono Noersetyo (14 April 1959 – Nopember 1959)
Lahir
di Yogyakarta pada tahun 1926. Disahkan sebagai Kepala Daerah Kotapraja
Pekalongan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 16 Maret
1959 Nomor : Des. 71/6/26/57 dan dilantik pada tanggal 14 April 1959.
8. R. Mochamad Tedjo (5 April-30 Mei 1967)
Masa
jabatan : 5 April 1060 – 30 Mei 1967. Diangkat menjadi Walikota dengan
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 5 April 1960.
9. R. Teguh Soenarjo (30 Mei 1067-11 Oktober 1972)
Diangkat sebagai Walikota Kepala Daerah Kotamadya Pekalongan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 30 Mei 1967.
10. Drs. R. Soepomo (11 Oktober 1972-7 Nopember 1979)
Diangkat sebagai Kepala Daerah Pekalongan Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 11 Oktober 1972.
11. H. Djoko Prawoto, BA (7 Nopember 1979 – 7 Nopember 1989)
Dilahirkan
di Boyolali. Kota Pekalongan dipimpin oleh Djoko Prawoto, BA selama dua
periode, yakni 7 Nopember 1979 – 7 Nopember 1989. Pada masa
kepemimpinan beliau, Kota Pekalongan mengalami perubahan luas wilayah
dari 1.755 Ha menjadi 4.465,24 Ha berdasarkan UU Nomer 21 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan, Kabupaten Dati II
Batang dan Kabupaten Dati II Pekalongan. Prestasi yang telah dicapai
antara lain Teladan Nasional sebagai Koperasi Simpan Pinjam Terbaik
Nasional untuk KUD Kospin Jasa (1984, 1985, 1986, 1987), Teladan
Nasional untuk KUD Makaryo Mino (1984, 1985, 1986, 1987), Satya Lencana
Pembangunan Koperasi (1987).
12. H. Mochamad Chaeron, BA (7 Nopember 1989 – 7 Nopember 1994)
Dilahirkan
di Semarang. Diangkat menjadi Walikota berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jawa Tengah tanggal 7 Nopember 1989. Prestasi yang telah
dicapai antara lain : Koperasi Teladan Nasional untuk KUD Kospin Jasa
dan KUD Makaryo Mino (1989, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994), Penghargaan
Satya Lencana Pembangunan Koperasi dari Presiden (1994).
13. Drs. Samsudiat, MM (27 Oktober 1994 – 5 Juli 2004)
Dilahirkan
di Cilacap pada tanggal 15 Pebruari 1942. Beliau menjabat Walikota
selama dua periode. Periode pertama berdasarkanSurat Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomer 131,33-293 tanggal 27 Oktober 1994. Sedangkan periode
kedua berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomer131,33-1301
tanggal 30 Desember 1999. Pada periode kedua ini didampingi H. Hamzah
Shodiq, BA sebagai Wakil Walikota. Penghargaan yang diterima antara lain
adalah Satya Lencana Pembangunan Koperasi dari Menteri Koperasi (2000),
Penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada bidang Kota Sehat (2004).
Kegiatan pembangunan yang menonjol antara lain adalah peningkatan
prasarana lingkungan di 9 kelurahan, pembangunan Jalan Wilis dan Jalan
Majapahit, Pembangunan Prasarana Perkotaan Secara Terpadu (P3KT) ADB
Loan 1198-IND dan pembangunan Pasar Grogolan Baru, pembangunan kantor
Komisi Pemilihan Umum Daerah, pembanguanan Terminal A, pembangunan
sungai Kuripan Lor untuk mencegah banjir tahunan, pembangunan Kolam
Renang Tirtasari, pembangunan gedung olah raga Stadion Kraton,
pembangunan Gedung Kesenian dan Olahraga di jalan Jatayu.
14. H.M Basyir Ahmad dan H.A Alf Arslan Djunaid ( 5 Juli 2005-Sekarang )
Beliau
berdua merupakan warga asli Pekalongan. Walikota dan Wakil Walikota
masing-masing diangkat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomer 13.33-472 dan Nomer 132.33-473 Tanggal 5 Juli 2005.
Kegiatan
Pemerintahan yang menonjol antara lain adalah peresmian Musium Batik
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya mengalokasikan dana
pendidikan sebesar 20% dari APBD, diberlakukannya jam ke 0 untuk baca
dan tulis Al-Qur´an pada SD, SMP dan SMA, penyediaan buku teks mata
pelajaran pokok satu anak satu buku, rehabilitasi bangunan sekolah yang
rusak berat sampai 2008 dengan pendanaan 20% APBD Kota + 30% APBD
Propinsi + 50% APBD, percepatan pendidikan matematika dan fisika tingkat
SD, full day learning bagi 4 Sekolah di pinggiran, pencanangan
pelayanan prima seluruh SKPD, penyelenggaraan Pekan Batik Kauman,
perbaikan 5000 rumah kumuh menjadi layak huni Tahun 2010, pemenuhan
pembangunan rumah bagi buruh dan PNS golongan rendah sebanyak 144 Unit
rumah inti tumbuh di Griya Swadaya Asri Kandang Panjang, penyediaan dana
bagi masyarakat miskin di Bidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan
modal kerja, pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah, pembangunan masjid
Al-ikhlas, Pembentukan Kelurahan Panjang Baru, penataan alon-alon dan
pedagang kakilima.
Penghargaan
tingkat propinsi yang telah diperoleh antara lain adalah pemenang
Pembangunan Perumahan Swadaya pada Lomba Habitat Dunia 2007, 2008 dan
2009 dengan tema “A save City a just City, pelaksana terbaik 3 pada
Lomba Kesatuan Gerak PKK-KB-Kesehatan 2006, Juara 2 Pengelolaan UPPKS,
Juara 2 keluarga Harmonis, Juara 1 Lomba Karya tulis Kesehatan
Reproduksi Remaja Tingkat SLTP, Juara 1 kelompok BKR, dan Juara 2
Sekolah Sehat Tingkat SD. Penghargaan tingkat Nasional yang telah
diperoleh antara lain adalah Juara 1 Penataan Pemukiman Kumuh 2007 dan
2008, Penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada pada penyelenggaraan Kota
Sehat Tingkat Pengembangan 2004, Penghargaan Swasti Saba pada Hari
Kesehatan Nasional 2005, Penghargaan Ksatria Bhakti Husada Arutala
kepada forum kota Sehat Pekalongan atas prestasi meningkatkan status
kesehatan lingkungan Kota Pekalongan, Manggala Karya Kencana bidang
keluarga Berencana 2006/2007, Nominator 10 besar MDGs, Pelaksana Terbaik
Pelaksanaan SLTP PKPS BBM Evaluasi Sekretaris PKK Pusat, mewakili
Indonesia di Seminar United Nation habitat di Nairabi dengan makalah
Pola Penangggulangan Kemiskinan.
Sumber : http://www.pekalongankota.go.id